Artikel Nutrisi ternak

About Me

Nama: prambudi
Lokasi: Sidoarjo, East Java, Indonesia
About Me: Lahir Di Solo, Alumnus Nutrisi Ternak IPB 34(1997-2001). Menyukai tantangan dan Sedikit tahu tentang Poultry bussiness dan Nutrition. Hobi otak-atik blogger.
See my complete profile

di My YM!

Last posting

Lorong Religi

Demi masa, sesungguh manusia dalam kerugian kecuali yang berbuat kebaikan dan beramal sholeh

Links

  • AnimalNutrition (Versi Eng)
  • Info Beasiswa di Indonesia
  • Fakultas Peternakan IPB
  • Google:Search Engine
  • Yahoo Indo Mail
  • All Friends

    Forum Diskusi

    Maturnuwun... telah berkunjung

    My Gallery

  • Journey to Lexington & Brasil (Alltech Trip)
  • INMT 1997/34 (need update)
  • My Files

    My Fav Team ELP

    Official Website MU --Entry now--

    free Commercial

    Sementara khusus SBY dan sekitar

    My Files

    Wednesday, August 29, 2007

    AnimalNutrition VII (Cobb 500...)


    Selayang Pandang Broiler Cobb 500
    (sebuah rangkuman dari Seminar Broiler Cobb di Sommerset Surabaya, 28 Agustus 2007)

    Strain ayam broiler yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia adalah strain Cobb. Pada seminar ini dijelaskan bahwa Cobb-vantress Inc sebagai perusahaan pembibitan ayam yang telah menggunakan biotechnology modern mampu menghasilkan genetic make up yang baik dari tahun ketahun. Seleksi genetic yang ketat mampu menghasilkan strain unggul. Menurut Andrew bourne strain Cobb 500 yang saat ini dihasilkan oleh Cobb vantress mempunyai keungulan komparatif dibanding strain yang lain seperti growth rate yang cepat, breast formation yang semakin baik, Feed conversion yang makin baik, mempunyai struktur tulang dan otot yang lebih baik dan mempuyai qualitas daging yang baik.

    Dengan semakin diperbaikinya genetik Cobb maka dapat dipastikan adanya perubahan pada rekomendasi angka kecukupan gizinya. Pada guide nutrition 2006 yang terbaru terlihat bahwa ada perubahan yang cukup signifikan dibandingkan dengan guide 2004 yaitu pada balance amino acid serta perubahan di vitamin A dan vitamin D3. Perubahan ini dimungkinkan akibat perbaikan genetic Cobb itu sendiri. Cobb 500 merupakan bagian dari Broiler modern dimana mampu berkembang dengan cepat (fast growth) sehingga apabila kecukupan nutrient untuk pembentukan otot dan tulang tidak terpenuhi maka akan muncul gejala-gejala kelumpuhan atau leg problem. Sehingga pada seminar ini Andrew bourne menggaris bawahi perubahan pada angka kecukupan beberapa mineral dan vitamin. Selain itu Andrew juga mengajak peserta untuk mencoba membuat recording untuk dibandingkan dengan Standard performance Cobb yang ada. Dan juga menurut Andrew guide nutrition ini tidak fix, tetapi bisa dimodifikasi sesuai dengan kondisi dilapangan. Modifikasi guide nutrition tersebut telah dilakukan oleh team Nutritionist PT. Sierad Produce Tbk div Sidoarjo dimana pemakaian pakan Pre Starter AS 100 B mampu melampaui standard Cobb pada minggu pertama yaitu 160 vs 190-200 g. Dengan kenyataan ini maka perlu pengkajian yang lebih jauh supaya didapat performance Cobb yang optimal untuk pemeliharaan di daerah tropis.

    Selain itu Andrew bourne memberikan penyegaran kembali kepada peserta mengenai manajemen broiler dari brooding sampai panen, karena sebaik-baiknya qualitas DOC maupun pakan jika tidak disertai dengan manajemen pemeliharaan yang baik maka performance yang dicapai akan tidak maksimal. Kebanyakan dilapangan saat ini manajemen dilakukan seadanya atau tidak ada recording yang jelas berbeda dengan manajemen pemeliharaan layer. Alangkah baiknya jika setidaknya ada recording bobot badan mingguan maupun konsumsi air harian. Dengan mengetahui komsumsi air harian maka akan membantu peternak mengontrol kondisi ayam dan lingkungan. Semisal adanya adanya kenaikan konsumsi air minum bisa menggambarkan adanya cekaman stress panas pada ayam.

    Dalam presentasinya ini yang cukup menarik yaitu pembahasan manajemen lighting pada ayam broiler. Pada umumnya peternakan memberikan penyinaran selama 24 jam, yaitu 12 jam dengan penyinaran alami dan 12 jam berikutnya menggunakan lampu listrik. Hal ini dimungkinkan agar ayam dapat makan sebanyaknya sehingga feed intakenya masuk dan bobot badan sesuai standard atau bahkan lebih tinggi dari standard yang dikeluarkan Cobb. Pembahasan lighting program pada broiler ini merupakan implementasi dari konsep animal walfare. Hal ini senada dengan slogan Cobb Vantress yaitu
    We all need good night’s sleeping….. Good night’s sleeping is part of natural lifestyle for your Bird


    Dimana perlakuan lighting program ini mencoba mengurangi waktu terang di dalam kandang sehingga memberikan kesempatan ayam broiler untuk tidur dan beristirahat. Hasil penelitian ini di Canada menunjukkan adanya mortality yang rendah, pertumbuhan rata-rata harian bobot badan (ADG) serta FCR yang rendah pada farm yang menerapkan lighting program. Hal ini sangat logis karena ayam cukup tidur dan istirahat sehingga cadangan energi dapat digunakan untuk recovery kondisi tubuh ataupun untuk perkembangan daging. Mortality menurun dikarenakan pada saat adanya perubahan dari light to dark atau sebaliknya meningkatkan sekresikan hormone melatonin.


    Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cobb-vantress bahwa melatonin berperan pada immunocompetency. Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan apabila akan mencoba menerapkan lighting program pada broiler yaitu jumlah tempat pakan dan tempat minum harus cukup. Dengan lighting program ini dapat dipastikan pada saat lampu dinyalakan maka ayam tersebut akan makan pada waktu yang bersamaan sehingga apabila tempat pakan atau minum tidak mencukupi dapat menekan feed intake dan akibatnya ADG tidak maksimal.


    Menurut Andrew bourne perlakuan lighting program ini baru bisa dilaksanakan apabila bobot badan minggu pertama sesuai dengan standard Cobb yaitu 160 gram. Dan yang perlu digaris bawahi penurunan Feed intake pada tiga hari pertama perlakuan ini adalah wajar dan selanjutnya akan kembali normal. Lighting program yang disarankan yaitu 6 Jam gelap dan 18 jam terang, dari umur 7 hari sampai 28 hari dengan intensitas cahaya 5-10 lux. Setelah itu dari umur ke 29 sampai panen lama waktu gelap dikurangi 1 jam perharinya. Hal ini dilakukan kemungkinan untuk memberikan kesempatan makan yang lebih banyak sehingga uniformity saat panen dapat tercapai.

    Kesimpulan

    Untuk memperoleh performance yang optimal maka :
    1.Persiapan brooding yang baik meliputi suhu dan ventilasi kandang
    2.Perlakuan yang baik saat DOC datang meliputi persiapan pakan dan air minun yang mengandung nutrisi anti stress
    3.Pembuatan recording sederhana meliputi bobot badan, FI, Konsumsi air, FCR dan Mortality untuk mengkontrol performace dengan cara membandingkan dengan standard yang ada
    4.Manajemen pemeliharaan dan program health control yang baik
    5.Mencoba untuk menerapkan konsep-konsep animal walfare di pemeliharaan ayam broiler ini


    Note : Andrew bourne (Specialist Cobb dari USA)



    Thursday, May 24, 2007

    AnimalNutrition VI (Mengoptimalkan Produksi......)

    MENGOPTIMALKAN PRODUKSI AYAM PETELUR

    Bagaimana cara mengoptimalkan produksi ayam petelur ? Pertanyaan ini sering kita jumpai dilapangan. Pelaku bisnis peternakan ayam petelur sering dihadapkan pada situasi dimana ayam petelurnya tidak mampu berproduksi secara optimal. Kunci utama untuk mencapai produksi layer yang optimal yaitu manajemen yang baik pada fase Starter dan grower serta didukung dengan baiknya sistem recording di Farm.


    1. Layer Farm selayang pandang

    Beberapa minggu yang lalu saat penulis melakukan kunjungan (customer visit) di beberapa daerah Jawa Timur, banyak pertanyaan maupun keluhan seputar ayam petelur. Dari sekian banyak pertanyaan tersebut intinya mempertanyakan bagaimana cara mengoptimalkan produksi ayam petelur. Dari sekian banyak peternak belum mengetahui secara pasti apakah produksi telurnya telah optimal atau belum.

    Hal ini terjadi dikarenakan bisnis ayam petelur tersebut belum melakukan praktik manajemen dan pengelolaan yang baik, misalnya belum teraturnya sistem recording sehingga kita tidak bisa dengan cepat memantau fluktuasi produksi mingguan. Bahkan apabila sistem recording ini dilakukan dengan sedikit menerapkan skill dan pengetahuan komputer maka tidak mustahil fluktuasi harian ayam produksi ayam petelur dapat dipantau dengan baik. Hal ini dapat kita lakukan karena para pelaku industri pembibitan seperti Isa Brown, Lohman brown maupun para feedmiller di Indonesia telah membuatkan softcopy file dalam bentuk excel untuk membantu pelaku bisnis ayam petelur.

    Dengan melakukan recording yang baik maka peternak dapat memantau %HD, %Deplesi, FCR, Egg weight dll yang akan dibandingkan dengan standar produksi dari ayam petelur tersebut. Misalnya dari pembibitan isa brown mematok berat badan (body weight) pada umur 18 minggu sebesar 1,54 – 1,6 kg, serta mentarget FCR dari umur 18 – 76 minggu sebesar 2.06 – 2.16, puncak produksi bisa dicapai umur 26 minggu dg kisaran 94 – 96 % HD dengan daya hidup (liveability) sampai afkir yaitu 93.7%. Dengan melihat standar tersebut maka bukan suatu yang mudah untuk dicapai. Untuk mencapai hal tersebut maka peternak harus benar menyiapkan pondasi yang kuat untuk mencapai hal tersebut, seperti baiknya tatalaksana pemeliharaan dari fase starter sampai fase grower. Mengapa Fase starter dan grower harus mendapat perhatian khusus? Karena fase ini merupakan masa pertumbuhan dan pembentukan frame ayam peterlur. Bahkan beberapa literatur menyebutkan fase starter (0 – 4 minggu) sebagai masa kritis 1.

    2. Selintas fase Starter

    Pada umur 0 – 4 minggu merupakan fase starter dimana terjadi pembelahan dan pertumbuhan sel yang tinggi. Sehingga pada fase ini merupakan kunci awal untuk mencapai keberhasilan pencapaian bobot badan. Pada fase ini kesempatan kita untuk mengejar target bobot badan sehingga pakan yang diberikan harus mempunyai nilai nutrisi yang baik buat pertumbuhan otot. Secara umum keberhasilan pada fase ini dipengaruhi oleh kualitas DOC, Pakan serta Lingkungan, yang dimaksud disini yaitu bahwa untuk mencapai pertumbuhan yang standar maka harus didukung dengan kualitas DOC yang baik, kondisi lingkungan yang kondusif serta kualitas pakan yang baik.

    DOC yang baik adalah DOC yang mempunyai bobot antara 34-38 g, seragam, lincah serta tidak mengalami cekaman stress dan dehidrasi. Sedangkan kondisi lingkungan harus mendukung seperti kondisi biosecurity yg baik, kondisi brooder dengan suhu yang ideal, tingkat kepadatan maupun peralatan kandang yang cukup memadai. Pakan yang baik adalah pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada fase kritis ini misalnya kandungan protein minimal 20.5 % dan kandungan energi minimal 2950 kkal berbentuk fine crumble.

    Pada fase ini harus diperhatikan juga mengenai manajemen pemberian pakannya, pemrograman vaksinasi serta perlakuan pemberian feed additives untuk mendukung immunity ayam seperti penambahan vitamin C ataupun larutan elektrolit. Untuk mengkondisikan DOC supaya cepat beradaptasi dengan lingkungan maka dapat dilakukan dengan cara langsung memberikan pakan pada DOC yang baru ditebar. Keuntungan dengan cara ini maka DOC akan sesegera mungkin mengoptimalkan fungsi-fungsi organ pencernaan sehingga kandungan kuning telur sebagai cadangan makanan akan segera terserap habis, karena jika kuning telur tidak segera terserap habis maka akan mengganggu pertumbuhan DOC itu sendiri. Selain itu juga harus dilakukan potong paruh pada umur 8 – 10 hari, hal ini agar memudahkan DOC mengkonsumsi pakannya.

    Disaat fase starter 0-4 minggu didalam kandang postal maka pemberian pakan bisa diberikan adlibitum (habis langsung diisi) bisa lebih dari 8 kali perhari. Pemberian pakan dengan jalan ini selain untuk mengejar target bobot badan juga akan membuat ukuran tembolok akan lebih besar sehingga akan mendorong pencapaian feed intake pada waktu memasuki fase produksi. Pada fase ini harus diperhatikan jumlah feeder dan tempat air di dalam kandang brooder.

    Memasuki minggu ke-4 maka dapat dilakukan penimbangan secara random kurang lebih 20% untuk mengetahui uniformity ayam. Dan segera dipisahkan untuk ayam yang dibawah 300 g untuk dilakukan treatment perpanjangan pemakaian pakan starter. Pada praktiknya sering peternak memakai pakan starter sampai umur 7-8 minggu. Setelah itu diganti dengan pakan grower.

    3. Selintas fase Grower

    Perjuangan untuk mencapai performa produksi layer masih panjang. Setelah DOC mulai tumbuh besar mencapai bobot 500 gram pada umur 6 minggu maka ayam-ayam tersebut telah dikelompokkan pada fase grower dimana pada fase ini mulai dominan pembentukan otot-otot tulang yang akan membentuk “frame” dari ayam layer tersebut. Sehingga pada fase inipun harus disesuaikan pakan yang akan diberikan. Pakan grower mengandung protein 16 – 18 % dengan level energi sebesar 2750 – 2800 kkal. Dan pada fase ini kalsium yang diberikan sebagian berbentuk granular kurang lebih 3 mm. Pemberian sumber kalsium dengan ukuran tersebut bermanfaat untuk perkembangan gizzard yang lebih baik.

    Pada fase ini juga harus dilakukan potong paruh yang kedua. Bisa dilakukan antara umur 8 – 10 minggu. Lebih cepat dilakukan potong paruh maka akan lebih memudahkan pencapaian feed intake dan tentunya target bobot badan juga mudah didapat. Memasuki umur 12 – 13 minggu maka ayam dara tersebut sudah siap untuk dipindahkan ke kandang batere. Pada umur ini bias dikatakan awal persiapan bertelur. Dan kondisi ini mengharuskan agar Feed intake minimal mencapai 80 gram/ekor/hari. Dengan pencapaian feed intake harian maka akan mendorong kematangan reproduksi saat mulai menginjak umur 16 minggu. Kematangan reproduksi ini dapat dilihat dengan kondisi jengger dan pial yang berwarna merah darah. Warna merah itu diakibatkan dari aktivitas hormon-hormon reproduksi. Dan sebaliknya jika warnanya lebih pucat maka disarankan untuk melakukan treatment penambahan mineral Se dan Vit E untuk memacu kematangan reproduksi yang lebih baik. Selain itu untuk memacu kinerja hormon reproduksi maka dapat dilakukan dengan perlakuan intensitas penyinaran yang baik. Intensitas cahaya yang baik untuk mempercepat kematangan reproduksi yaitu 10 -20 lux, dengan lama penyinaran 12-15 jam.

    Memasuki fase pre-lay maka pakan yang diberikan pun harus sesuai yaitu protein minimal harus 17% dengan energi minimal 2700 kkal. Energi disini lebih rendah dikarenakan agar tidak terjadi over fat deposition di abdominal maupun di saluran reproduksi, selain itu kalsium yang disediakan minimal 2% dengan proporsi yang berukuran 3 mm lebih dari 60%. Pada fase ini diharapkan adanya peningkatan density asam amino. Dengan tercukupinya kebutuhan asam aminonya maka ayam akan bertelur tepat waktu dan dapat mencapai puncak produksinya sesuai dengan standar yang dikeluarkan dari perusahaan pembibitan ayam.

    4. Kesimpulan

    Pada dasarnya untuk mencapai performa produksi yang optimal pada bisnis ayam petelur maka yang harus dilakukan:

    a. Manajemen pemeliharaan yang baik sejak starter, grower sampai laying. Meliputi Biosecurity lingkungan yang baik, tatalaksana pemberian pakan, program lighting serta pelaksanaan program vaksinasi. Dan perlu diingat bahwa setiap fase pemeliharaan saling berhubungan sehingga alangkah bijaksananya setiap fase pemeliharaan dilakukan dengan baik.

    b. Melakukan sistem recording standard yang baik. Jika memungkinkan lakukan pencatatan berbasis komputer sehingga keakuratan pembacaan data akan lebih baik. Dan dengan sentuhan teknologi komputer ini maka peternak dapat segera merespon setiap ada gejolak produksi. Program recording berbasis komputer dapat diminta melaui TS feed atau TS breeder yang ada.

    c. Mencoba memulai untuk lebih terbuka “open mind” sehingga proses tranfer knowledge (pengetahuan) dari pabrikan pakan ke peternak akan berjalan lancar. Selain itu juga harus mulai mempersiapkan SDM yang terdidik dikandang.

    d. Mencoba untuk membuat ayam lebih nyaman dalam berproduksi dengan jalan peningkatan program animal welfare. Mudah-mudahan dengan ayam bahagia maka peternakpun ikut bahagia.

    Akhirnya mudah-mudahan sekelumit tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi wacana bagi kita bersama.
    (sumber : beberapa referensi)

    Saturday, April 14, 2007

    AnimalNutrition V (Manajemen Pakan Layer...)


    Manajemen Pakan Layer Masa Produksi

    Kunci keberhasilan pencapaian produksi telur yang optimal terletak pada managemen pemeliharaan meliputi manajemen perkandangan, pencahayaan, managemen program kesehatan dan yang pasti managemen pemberian pakan. Manajemen pemberian pakan penting diperhatikan dikarenakan pada fase ini layer membutuhkan intake nutrisi yang cukup untuk mencapai produksi yang optimal. Pada kesempatan kali ini akan di bahas mengenai manajemen pemberian pakan.

    a. Pengadaan Pakan dan Bahan Baku Campuran

    Pada ternak layer fase produksi, pakan merupakan sumber utama asupan nutrisi bagi produksi telur dan untuk memelihara fungsi tubuh secara normal. Kandungan nutrisi pakan dan jumlah pakan yang harus diberikan per ekor perhari dipengaruhi oleh strain dan lingkungan setempat

    Pada umumnya saat ini peternak layer skala kecil dan menengah menggunakan pakan konsentrat (K 204 36, AS 204 K, F 124 K) ataupun pakan komplit (Fly 204, B 204 SG, B 204 SP ). Sedangkan bagi peternak besar biasanya sudah mampu membuat pakan sendiri (self mixing) dengan mencampurkan beberapa jenis bahan baku seperti SBM, MBM, FM dll. Bagi peternak self mixing tetap disarankan untuk menggunakan pakan pabrik (pakan komersial) yang berguna sebagai kontrol apakah formula dan campuran yang dibuat sendiri tidak bermasalah. Dengan kata lain pakan komersial itu berfungsi sebagai pembanding. Hal ini dilakukan juga karena keterbatasan kemampuan peternak self mixing dalam menyeleksi bahan baku yang dibeli.

    Bagi peternak yang menggunakan pakan konsentrat seperti K 204 36,F1 dll, harus membuat campuran dahulu antara katul, jagung dan konsentrat sesuai dengan rekomendasi pabrik pakan. Jagung merupakan bahan baku sumber Energi dan juga sumber xantofil dan karotenoid. Xantofil dibutuhkan oleh ayam dalam pembentukan warna kuning telur (egg yolk), sedangkan karotenoid selain sebagai precursor pembetukan vitamin A juga membantu untuk memelihara system immune tubuh sebagai bahan antioksidan. Sehingga disarankan untuk membeli jagung dengan kualitas baik. Secara fisik jagung yang baik terlihat bersih, tidak berjamur (berwarna kecoklatan), tidak banyak tongkol giling, dan komposisinya biji pecahnya sedikit. Apabila banyak terdapat biji pecahnya memudahkan jamur berkembang yang akibatnya akan menyebabkan jagung terkontaminasi dengan micotoxin.

    Selain itu peternak diharapkan dapat memilih katul dengan kualitas baik, dikarenakan sampai saat ini masih sering ditemukan kecurangan-kecurangan dalam perniagaan katul. Sampai saat ini kecurangan yang sering dijumpai adalah mencampur katul dengan sekam giling, onggok, serbuk gergaji dan tepung kapur. Sehingga hal ini menyebabkan nilai nutrient dari katul akan berkurang seperti turunnya level energi, meningkatnya serat kasar dan abu yang aka berakibat menurunnya nilai kecernaan dari bekatul tersebut. Dan yang pada akhirnya akan mempengaruhi komposisi campuran pakan yang akan diberikan ke ayam. Tips untuk memilih katul yang baik dengan cara cepat yaitu dengan :

    1. Uji remas, untuk merasakan tekstur katul, jika di rasakan ada ketidakwajaran (terlalu kasar/terlalu halus) bisa dilakukan test-test berikutnya
    2. Uji Apung, dengan cara memasukkan katul kedalam air, jika banyak pertikel yang mengapung maka diduga banyak kontaminasi sekam/jerami giling.
    3. Uji densitas, pada umumnya hasil test densitas katul dilaboratorium berkisar yaitu 0.35 g/ml – 0.40 g/ml, jika densitasnya ekstrim diatas densitas normal bisa diduga ada kontaminasi tepung kapur, atau jika ekstrim dibawah normal bisa diduga katul tersebut terkontaminasi dengan sekam/jerami giling.
    4. Test Phloroglucinol, bisa meminta bantuan TS terdekat.

    Selain dengan ketelitian pemilihan bahan baku maka diperlukan juga keakuratan penghitungan prosentase bahan yang akan dicampur akan menjamin kualitas campuran pakan konsentrat yang akan diberikan.

    b. Teknik Pemberian Pakan.

    Dalam management pakan ini selain memperhatikan kandungan pakan juga harus diperhatikan teknik pemberiannya. Pada umumnya untuk daerah tropis dengan suhu berkisar 30 'C pemberian pakan bervariasi antara 110 + 3g sampai 120 + 3 g, angka ini tergantung dari umur, strain, prosentase produksi, dan kondisi lingkungan. Metode pemberiannya tidak adlibitum, tetapi diberikan dengan batasan-batasan untuk lebih mengefisienkan pakan yang diberikan.

    Pemberian pakan biasanya dilakukan 2 – 3 kali dalam sehari. Akan tetapi untuk menjaga kondisi pakan supaya tetap segar dan higienis maka dapat diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pagi dan sore. Pakan diberikan pagi hari sekitar pukul 05.00 – 05.30 sebanyak 40%, dan kemudian diberikan sebanyak 30% setelah pukul 15.00 dan sisanya setelah pukul 18.00. Pemberian pakan sore hari lebih banyak bertujuan agar feed intake dapat tercapai. Stress panas pada sore hari cenderung lebih berkurang sehingga nafsu makan akan meningkat.

    Selain itu untuk mencapai feed intake standart maka perlu dilakukan perlakuan midnight feeding, kurang lebih selama 2 Jam dari jam 00.00 sampai jam 02.00. Hal ini dapat dilakukan karena sehabis tidur diharapkan nafsu makan layer akan meningkat. Dengan perlakuan ini akan menyediakan suplay Ca dan P lewat pakan yang dapat langsung digunakan untuk membantu mengoptimalkan pembentukan kerabang telur. Dan untuk ternak setelah masa puncak atau berumur tua dapat dilakukan pemberian Grit dengan metode 3:3:3, yang dimaksud adalah sebanyak 3 gram, dengan ukuran partikel 3 mm dan diberikan setelah jam 3 sore. Perlakuan ini dapat dilakukan setiap hari sampai afkir. Hal ini untuk menjaga kestabilan kualitas kerabang dan mengurangi kelumpuhan sesaat, karena mobilisasi Ca tulang untuk pembentukan kerabang.

    Wednesday, March 14, 2007

    Animal Nutrition IV (Dedak...)

    Ada Apa Dengan Dedak Padi (katul)…… ?

    Bagi seorang peternak mendengar istilah katul adalah suatu hal yang biasa, karena katul merupakan salah satu bahan untuk dicampur dengan konsentrat dan jagung menjadi pakan campuran siap saji. Akan tetapi sudah seberapa kenalkah anda dengan Dedak Padi ini ??

    Katul, By product yang diburu

    Indonesia sebagai salah satu negara produsen beras yang besar di kawasan asia tenggara tentunya akan menghasilkan katul atau dedak padi yang cukup melimpah. Katul merupakan hasil sampingan/limbah dari proses penggilingan padi. Menurut hasil penelitian bahwa kurang lebih 8 - 8.5% dari berat padi adalah katul. Dengan angka tersebut maka kita dapat memprediksi potensi suatu daerah untuk menghasilkan katul. Misalnya suatu daerah untuk suatu periode panen menghasilkan 1000 ton padi maka dapat diperkirakan daerah tersebut mampu menghasilkan 80 – 85 ton katul. Didalam katul terdapat beberapa bahan seperti eleurone dan lapisan pericarp serta pecahan beras-beras kecil. Nutrien yang terdapat di katul yang berkualitas baik antara lain Protein kasar 9 – 12 %, pati 15 – 35 %, lemak 8 – 12% serta serat kasar 8 – 11%. Dengan kandungan serat kasar yang lebih tinggi daripada jagung atau sumber energi yang lain maka menyebabkan katul diberikan dalam jumlah yang terbatas tergantung pada jenis ternaknya. Sebagai komoditi yang cukup terbatas ketersediaannya karena tergantung pada musim panen padi serta sifatnya yang mudah rusak serta menjadi kebutuhan utama bagi peternak yang membuat pakan campuran sendiri sehingga mendorong tingginya harga jual katul dipasaran. Hal yang demikian tersebut dimanfaatkan para penjual maupun pengepul katul untuk memanipulasi isi katul tersebut sehingga akan didapat keuntungan yang lebih banyak lagi. Ada beberapa bahan yang sering digunakan untuk memanipulasi jagung seperti sekam giling, limestone, zeolite dan limbah tepung tapioca (onggok).

    Effek Manipulasi Kandungan Dedak Padi

    Dengan adanya praktek manipulasi katul dipasaran menyebabkan turunnya nilai nutrisi yang terkandung didalamnya. Misalnya suatu katul yang terkontaminasi/dimanipulasi dengan penambahan sekam giling maka akan menyebabkan turunnya nilai ME serta turunnya nilai kecernaan nutrien karena meningkatnya kandungan Serat kasar (lignin, selulosa dan silica).
    Sebagai contoh suatu katul dengan nilai energi 2700 Kkal/kg terkontaminasi 50% sekam giling dan akan dipakai didalam pakan campuran sebanyak 30% maka effeknya akan menurunkan kontribusi energi pada campuran tersebut kurang lebih sebesar 405 kkal. Selain itu dengan semakin tingginya kadar serat kasar maka akan menurunkan nilai kecernaan nutrien serta mendorong turunnya feed intake harian dari ayam yang dipelihara. Apabila hal yang demikian sampai terjadi maka dapat dipastikan hasil produksi optimal baik telor maupun daging tidak akan tercapai. Dan tentunya banyak nilai rupiah yang hanya menjadi kotoran dan bau.

    Pencegahan dan Solusi

    Untuk menghindari kerugian akibat adanya praktek manipulasi katul di pasaran maka diperlukan ketelitian dan kejelian dalam memilih jenis katul yang dutawarkan oleh oleh penjual katul. Ada beberapa metode yang cepat serta mudah untuk mendeteksi manipulasi katul di lapangan yaitu dengan cara uji phloroglucinol dan uji apung sekam.
    Uji phloroglucinol yaitu merupakan uji kualitatif kontaminan (banyak/sedikitnya kontaminan) yang terkandung didalam katul menggunakan larutan Phloroglucinol 250 ml terdiri yang terdiri dari 200 ml HCl 2 N + 50 ml etanol absolute + 2.5 g. Adapun langkah-langkah pengujian yaitu :

    1.Disiapkan alat dan bahan untuk uji : awan petri, pipet, timer,
    katul standar , katul uji
    2.Katul ditimbang + 2 gram , kemudian dimasukkan ke cawan petri
    3.Ditambahkan 10 ml larutan phloroglucinol
    4.Digoyang-goyang hingga larutan merata ke permukaan katul
    5.Dibiarkan dan ditunggu selama 15 menit
    6.Diamati perubahan warna pada katul (serpihan partikel yang
    berwarna merah merupakan sekam)
    7.Dibandingkan dengan katul standar (kualias baik)

    Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
    Gb.1. Ilustrasi Katul Baik dengan katul
    terkontaminasi Sekam

    Sedangkan uji apung sekam merupakan uji yang dilakukan dengan cara memasukkan sekam kedalam air dan kemudian diamati selama kurang lebih 15 menit dan berikutnya diamati jumlah sekam yang mengapung. Diantara dua uji tersebut, uji phloroglucinol-lah yang memberikan hasil yang lebih teliti. Untuk lebih jelasnya metode ini bisa ditanyakan langsung pada TS-TS yang berada di lapangan.

    Apabila upaya pencegahan sudah dilakukan dan hasilnya menunjukkan kualitas katul dipasaran sedang tidak baik atau banyak terjadi manipulasi maka tindakan yang bijaksana adalah segera bertanya pada TS untuk merubah komposisi campuran. Selain itu juga dapat mencoba memakai pakan custom feed atau pakan setengah jadi (CF 204, semi konsentrat). Dengan pakan ini peternak tidak perlu mencampur dengan katul lagi akan tetapi cukup membuat campuran antara CF 204 dengan jagung. Sehingga dengan ini dijamin katul yang ada didalam campuran berkualitas baik.

    Tuesday, February 06, 2007

    Jagung, Ethanol & DDGS

    Jagung, Ethanol & DDGS :
    Peluang dan Tantangan Industri Pakan Indonesia 2007

    1.Jagung & Ethanol vs Feedmill

    Seiring pergantian tahun 2007 terhembus issue-isue yang kedepannya pasti akan membawa dampak pada perkembangan dunia perunggasan, walaupun demikian tahun 2007 ini pasti masih tetap memberikan harapan, peluang dan tantangan bagi kita bersama. Dipenghujung tahun 2006 peternak sudah harus menghadapi masalah yang cukup berat yaitu dengan adanya kenaikan harga pakan. Selang beberapa lama kemudian bertambah maraknya issue-isue seputar Flu burung menyebabkan harga produk unggas jatuh pada level yang sangat rendah.

    Dari hari ke hari harga pakan bukannya menurun akan tetapi malah semakin melesat naik sedangkan harga produk masih dalam kondisi stagnan bahkan cenderung turun, sehingga hal ini menyebabkan banyak peternak yang merugi. Salah satu fakor yang menyebabkan kenaikan harga pakan adalah adanya kenaikan harga-harga bahan baku pakan, terutama harga jagung. Jagung merupakan bahan baku utama dalam pembuatan pakan unggas.

    Pada waktu 3 – 5 tahun yang lalu produksi jagung dunia masih didominasi untuk pemenuhan kebutuhan feed dan Food yaitu kurang lebih 80% dari total produksi jagung dan kebutuhan untuk non food masih cukup rendah berkisar 6 – 7%. Akan tetapi memasuki 2-3 tahun terakhir ini kebutuhan jagung untuk industri (non food/feed) semakin meningkat dari 6% menjadi 21% sehingga konsekuensinya stock untuk industri feed ataupun food berkurang hingga level 20% menjadi 60%.

    Wacana penggunaan jagung untuk menghasilkan ethanol sebagai bahan bakar alternative semakin kuat tersebar keseluruh dunia, salah satu Negara yang sudah memulai program produksi bahan bakar yang renewable ini adalah USA. USA juga merupakan salah satu negara pemasok jagung dunia. Menurut renewable fuel association USA, Saat ini hampir 97 pabrik ethanol telah berdiri di USA, serta ada 62 pabrik masih dalam proses pendirian dan sisanya 135 masih dalam bentuk proposal pendirian. Saat ini di USA mampu memproduksi ethanol 5.08 milyar gallon. Apabila ditambah dengan pabrik-pabrik baru yang sedang didirikan maka dapat diprediksikan kapasitas produksi ethanol di USA mendatang mampu mencapai angka diatas 8.7 milyar gallons atau ekivalen dengan 32.8 milyar liter.Menurut Kelly Davis dari CVEC Benson menjelaskan untuk 1 bushel atau kurang lebih 25.4 kg jagung menghasilkan 10.2 liter ethanol, 8.2 kg DDGS dan 8.2 kg gas CO2. Sehingga dengan angka-angka diatas dapat diperhitungkan berapa jagung yang akan dipakai untuk produksi ethanol di USA, yaitu kurang lebih mencapai angka sebesar 81.8 juta MT/tahun.

    Dengan kondisi yang sedemikian rupa maka tentunya akan menyebabkan kenaikan harga jagung di pasar dunia, yang tentunya juga akan berakibat naiknya harga jagung di pasar local. Dan kenaikan harga ini terus akan berlanjut sampai terjadi keseimbangan lagi antara permintaan jagung untuk ethanol dengan produksi jagung dunia maupun dalam negeri.

    Seiring hal tersebut diatas memunculkan peluang dan tantangan baru bagi dunia feedmiller, para praktisi feedmiller harus bisa berupaya mencari alternative bahan baku pengganti jagung serta harus mampu memanfaatkan by-product industri ethanol tersebut. Dari data diatas maka dapat diprediksikan akan tersedia US Corn-DDGS dipasar dunia kurang lebih berkisar 26,4 juta MT/tahun atau kurang lebih 224% dari jumlah US DDGS yang terjual dipasar Asia pada tahun 2004 yaitu 117 ribu MT.

    Dengan adanya kenaikan harga jagung tentunya juga akan mendorong kenaikan harga bahan subtitusui jagung seperti pollard, dedak padi, corn bran maupun cerealia yang lain sebagai bahan sumber energi. Sehingga lebih jauh lagi hal tersebut akan juga mendorong kenaikan harga CPO yang digunakan sebagai bahan pelengkap sebagai sumber energi. Dengan demikian maka praktisi feedmiller mau tidak mau harus memakai Corn-DDGS sebagai bahan baku pakan.

    2. Sekilas tentang Corn-DDGS.

    Corn - DDGS atau Corn Distillers Dried Grains with Soluble adalah limbah fermentasi dan distilasi jagung menjadi ethanol. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar bagan produksi jagung menjadi ethanol dan DDGS.

    Photobucket - Video and Image Hosting
    Bagan Proses Jagung menjadi Ethanol
    Sumber :Tangendjaja,2006

    Dari gambar bagan produksi terlihat bahwa untuk proses jagung menjadi ethanol melalui proses fermentasi, sehingga dapat kita logika bahwa DDGS ini merupakan bahan yang masih kaya dengan protein serta lemak. Dikarenakan pada proses fermentasi seluruh karbohidrat/pati jagung diubah menjadi ethanol dan C02 oleh mikroorganisme. Selain itu DDGS pasti sedikit banyak akan mengandung Protein sel tunggal dari mikroba fermentor.

    Dengan adanya proses enzimatis oleh enzyme bakteri fermentor dalam aktifitas fermentasi jagung maka kemungkinannya bahan ini juga akan kaya dengan phosphor available. Meningkatnya P available di dalam DDGS dimungkinan sebagian besar Phospor yang terikat asam phytat terlepas karena adanya reaksi enzimatis dari enzyme phytase dari mikroba fermentor.

    Menurut analisa DDGS didalam NRC 1998, terbukti DDGS mempunyai kandungan fat/lemak dan protein yang sama-sama tinggi. Akan tetapi kekurangan DDGS ini dikarenakan tingginya kandungan fiber/serat kasar, kemungkinan hal ini disebabkan enzyme-enzymnya bekerja pada starch saja, tidak pada NDF maupun ADF. Hal ini dapat menjadi faktor yang menyebabkan DDGS tidak dianjurkan dipakai dalam jumlah besar, tidak lebih dari 20% pada pakan ayam. Hal ini sedikit berbeda dengan CGM ataupun CGF dimana keduanya tinggi protein tetapai rendah kandungan fat/lemaknya. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan mekanisme prosesnya. Perbandingan nutrient DDGS, CGF dan CGM dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

    Photobucket - Video and Image Hosting


    3.Summary

    Dengan pemakaian DDGS maka sedikit banyak akan mengurangi pemakaian jagung , DCP, maupun SBM. Akan tetapi dikarenakan fiber atau serat kasarnya terlalu tinggi maka di harapkan pemakaiannya kurang dari 30 % pada formulasi pakan non ruminansia. Kedepannya maka praktisi feedmill dapat menggunakan DDGS sebagai sumber protein dan energi yang cukup murah.

    Friday, December 08, 2006

    ANIMAL NUTRITION II (Bawang Putih....)

    BAWANG PUTIH (Garlic; Allium sativum) :
    AROMA KANDANG AYAM SEHARUM DAPUR MASAK

    I. SELAYANG PANDANG BAWANG PUTIH

    Sejak ribuan tahun lalu manusia telah mengenal bawang putih sebagai tanaman serba guna baik untuk bumbu masak ataupun untuk pengobatan suatu penyakit. Pada tahun 830 SM beberapa ilmuwan yunani seperti Dioscorides and Hippocrates sudah mengidentifikasikan kegunaan dari bawang putih untuk pengobatan, pada saat itu sekitar 62 jenis penyakit dapat disembuhkan dengan garlic. Pada perkembangan selanjutnya orang mengenal garlic/bawang putih sebatas sebagai bumbu masak dan jarang orang yang mengetahui manfaat dari garlic ini. Semenjak di kampanyekan “Bact to The Nature” oleh negara-negara Eropa dan Amerika maka orang mulai melirik manfaat dari garlic ini.

    Mengapa orang sedemikian tertarik pada bawang putih ini ? Berdasarkan penelitian di Eropa, Amerika serta beberapa negara di Asia pasifik, garlic mengandung zat-zat yang bersifat antibiotik. Menurut Nishimo et.al. (1989) Garlic/hasil estraknya mampu mencegah terjangkitnya tumor pada tubuh manusia, serta beberapa literature menyebutkan bisa menyembuhkan penyakit jantung (Artherisclerosis). Berdasarkan beberapa literatur umbi garlic mengandung :

    · Allicin dan alliin adalah zat yang bersifat anti bakteri yang mencegah infeksi dari bakteri pathogen.
    · Anti-hemolytic Factor yang berguna sebagai pelindung dari efek toxisitas logam berat yang masuk kedalam tubuh
    · Diallyldisulphide dan allylpropyldisulphide adalah zat yang bersifat lipolitic yang berguna menurunkan kadar lemak/kolesterol darah.
    · Selenium adalah trace mineral yang sangat berperan dalam proses pembentukan antibody tubuh.

    Dengan semakin berkembangnya Ilmu dan teknologi maka untuk mendapatkan zat-zat tersebut diatas maka kita tidak perlu memakan bawang putih mentah-mentah lagi, teknologi extraksi membantu kita untuk mendapatkan zat-zat tersebut. Sehingga kita sekarang dapat membeli kapsul extrak garlic di toko-toko obat. Dengan proses ekstraksi tersebut ternyata mendatangkan tantangan pada sektor peternakan yaitu dengan dihasilkannya limbah bawang putih/garlic yang dapat diaplikasikan pada peternakan ayam. Ada beberapa negara di Asia seperti negara China, telah menghasilkan tepung limbah ekstrak garlic dalam jumlah yang cukup banyak.


    II. AROMA KANDANG AYAM SEHARUM DAPUR MASAK

    Pemakaian garlic di beberapa negara bagian Amerika pada sektor peternakan diawali dari hasil riset di Clemson University South Carolina. Pada awalnya para peneliti di Clemson University melakukan riset garlic bertujuan untuk mengetahui tentang dampak pemakaian garlic pada kondisi kondang ayam petelur. Pada riset ini dilakukan penambahan 3% tepung bawang putih pada pakan ayam petelur produksi (Laying). Pengamatan ini dilakukan 3 minggu setelah perlakukan dimulai. Hasil dari riset itu menunjukkan bahwa pada kandang yang ayamnya diberi pakan berbawang putih tersebut berbau kotoran yang tidak terlalu menyengat jika dibandingkan dangan kandang lain yang tidak diberi bawang putih pada pakannya. Menurut peneliti hal itu dapat terjadi kemungkinan karena tereduksinya kandungan sulfur pada kotoran ayam yang menyebabkan bau menyengat serta kondisi kotoran yang tidak terlalu basah sehingga kandungan H2S diudara sekita kandang akan semakin sedikit. Menurut peneliti bahwa dengan pemakaian bawang ini akan membuat kandang tidak lagi berbau kotoran tetapi berbau harum seperti dapur masak.
    Selain itu dengan pemakaian Garlic, menyebabkan aroma pakan menjadi harum, dari informasi dilapangan mengatakan pakan pabrikan "A", baunya seperti kacang goreng/nasi goreng. Sehingga bila pakan ini disimpan dalam gudang kandang ayam, maka aroma harum bawang putih akan menyebar ke sekitar kadang. Hal ini tentunya akan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya.

    Dalam aplikasinya harus diperhatikan dosis optimumnya, karena jika dosisnya berlebih maka akan mengganggu pada ayam DOC. Beberapa laporan dari lapangan jika dosisnya berlebih menyebabkan mata DOC menjadi sensitif/mudah berair, jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan performance ayam diminggu pertama dibawah standard.

    Kemungkinan pada masa yang akan datang pemakaian garlic tidak hanya sebatas memperbaiki kondisi lingkungan kandang (mengurangi bau kotoran) saja, jika dilihat dari kandungan zat aktif pada bawang putih. Ada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa kandungan suatu aflatoxin pada umbi-umbian atau biji-bijian akibat adanya aspergillus flavus dapat ternetralisir dengan adanya diallyl sulphida.. Hal ini mengisyaratkan bahwa garlic perpotensi untuk mensupport kerja dari toxin binding. Selain itu dengan adanya selenium, allicin dan alliin maka garlic ini juga cukup berpotensi sebagai antibiotik dan perkursor zat immune. Dan tentunya dengan adanya zat-zat ini kemungkinan proses-proses metabolisme tubuh akan berjalan lebih optimal. Untuk itu perlu dilakukan suatu riset yang lebih mendalam lagi guna meneliti kegunaan garlic ini untuk kesejahteraan ternak (animal walfare) serta tentunya juga untuk lebih menjamin kesejahteraan manusia (human walfare) yang lebih baik dengan mendapat daging dan telur ayam yang sehat.

    (Diolah dari beberapa sumber)

    Wednesday, August 09, 2006

    MYCOTOXIN : BAHAYA LATEN DI FARM


    Apabila terjadi kegagalan pencapaian hasil produksi telur maupun daging yang optimal maka pakan-lah yang sering dianggap sebagai penyebab utamanya. Apakah semua itu benar ?? Banyak faktor yang berpengaruh pada usaha peternakan di daerah beriklim tropis seperti di Indonesia, yang notabene beriklim panas (hot climate) dengan kelembaban (Rh) yang tinggi serta mempunyai dua musim. Kondisi tersebut merupakan zona yang cukup ideal bagi pertumbuhan jamur, yang dapat menyerang pada pakan jadi maupun bahan-bahan pakan.


    Ancaman mycotoxin !!


    Mycotoxin kadang kala menjadi bahaya laten disetiap farm yang berada di daerah tropis, karena racun ini dapat menyebabkan serangan atau gangguan kesehatan (disorder) pada ternak yang dapat berujung pada kematian yang dikenal sebagai mycotoxicosis. Kurang baiknya manajemen penyimpanan bahan pakan maupun pakan jadi, menyebabkan terjadinya invasi mycotoxin pada sebuah farm. Sehingga apabila suatu farm telah terinvasi oleh mycotoxin maka jangan diharapkan produksi optimal akan tercapai.


    Mycotoxin merupakan zat beracun yang dihasilkan dari suatu spesies jamur. Saat ini ada beberapa spesies jamur yang memproduksi mycotoxin seperti Aspergillus sp , Penicilium sp , dan Fusarium sp. Biasanya jamur-jamur tersebut tumbuh pada hasil-hasil pertanian yang tidak mendapat penanganan yang baik pada pasca panen. Untuk wilayah kita komoditi Jagung, gaplek serta dedak merupakan media yang baik untuk pertumbuhan jamur-jamur tersebut. Dan alangkah ironisnya kesemuanya itu merupakan bahan yang dipakai dalam pakan campuran konsentrat.

    Secara umum mycotoxin yang dihasilkan oleh species Aspergillus yaitu CPA, Aflatoxin B1, B2, G1, G2 , dan Ochratoxin A. Species Penicillum memproduksi Ochratoxin, Patulin dan Citrin. Sedangkan species fusarium memproduksi Fumonisins, Zearalenone, T-2 dan DAS (Devegowda dalam Diaz, 2005).

    Sampai saat ini ada beberapa mycotoxin yang sudah teridentifikasi di Indonesia yaitu AFB1, ZEN, DON dan CPA (Litbang Pertanian, 2001) dan dipertegas oleh Devegowda (2005) bahwa hampir 81% sample dari feedmill yang ada terkontaminasi oleh CPA. Keberadaan CPA ini merupakan ancaman bagi saluran pencernaan unggas.

    Setiap mycotoxin mempunyai efek negatif pada target organ yang berbeda-beda, misalnya Aflatoxin menyebabkan kerusakan pada hati sedangkan Ochratoxin A menyebabkan kerusakan pada ginjal ternak. Secara umum serangan mycotoxin pada ternak unggas mengakibatkan :


    1. Terjadi immunosuppresion (dikarenakan ada kelainan tymus dan bursa fabricus sebagai pabrik antibody)
    2. Penurunan Feed Intake
    3. Produksi telur akan terganggu serta turunnya hatchability
    4. Pertumbuhan bobot badan (PBB) yang rendah
    5. FCR tinggi
    6. Terjadi wet dropping
    7. Penurunan pigmentasi kulit
    8. Terjadi kelainan organ dalam seperti gizzard , hati dan ginjal.
    9. Peningkatan mortality


    Diantara beberapa akibat diatas, ada satu yang benar-benar harus kita cermati yaitu terjadinya imunosuppression. Apabila ini telah terjadi maka dapat diprediksikan bahwa di farm tersebut akan terjadi invasi dari virus/bakteri pathogenic. Dengan terjadinya penurunan daya tahan tubuh (immune), maka ternak tersebut akan lebih mudah terinfeksi virus/bakteri yang gejalanya lebih jelas daripada faktor primernya (mycotoxin).


    Masing-masing ternak mempunyai daya tahan yang berbeda-beda terhadap kontaminasi mycotoxin dalam pakan. Dengan kata lain apabila kandungan mycotoxin didalam pakan masih dalam batas ambang aman, maka ternak tersebut masih bisa bertahan, tidak mengalami kematian hanya terganggu proses-proses metabolismenya dan apabila kandungan mycotoxin telah melebihi batas ambang aman maka ternak tersebut mulai menampakkan gejala-gejala mycotoxicosis tersebut diatas. Menurut BASF, 1998 menyebutkan bahwa ayam broiler mampu mentoleransi aflatoxin sebesar 0.010 ppm (10 ppb) sedangkan ayam layer mampu sampai dengan 0.02 ppm (20 ppb). Dan menurut Romindo, 2004, untuk semua unggas muda masih bisa bertahan terhadap kontaminasi Aflatoxin sampai dengan 0.05 ppm (50 ppb), untuk unggas dewasa sampai dengan 0.10 ppm (100 ppb).



    Tindakan Pencegahan agar farm aman dari mycotoxin


    Untuk menghindari terjadinya kontaminasi jamur pada bahan pakan dan pakan jadi maka perlu :

    1.Memperbaiki manajemen pengadaan bahan baku misalnya selektif dalam memilih bahan baku dengan jalan memperhatikan fisik dari bahan tersebut (keseragaman tekstur, kadar air (max 17%), bau dan warna).

    2. Memperbaiki manajemen penyimpanan bahan meliputi dari perbaikan sistem ventilasi gudang, cara penumpukan bahan, pemakaian pallet sebagai alas. Secara umum perbaikan manajemen bertujuan agar sirkulasi udara lancar, menurunkan temperature dan Rh gudang serta meminimalkan proses respirasi dari bahan-bahan yang disimpan.

    3.Pengaturan jadwal pest control (fumigasi) yang teratur, Keterlambatan penjadwalan fumigasi menyebabkan terjadinya infasi dari serangga yang akan merusak biji sehingga memudahkan jamur berkembang pada media biji rusak tersebut.

    4.Untuk menjaga kualitas bahan pakan/pakan jadi tetap baik maka perlu dilakukan penambahan mold inhibitor untuk menekan pertumbuhan jamur yang dapat menghasilkan mycotoxin dan selalu menjaga kebersihan tempat pakan.

    5. Apabila kondisi lingkungan sedang tidak baik (sulit mendapatkan bahan baku dengan kualitas baik) maka perlu dilakukan penambahan mycotoxin binder pada pakan yang akan diberikan terutama untuk ternak layer yang mempunyai umur hidup yang cukup panjang. Mycotoxin binder merupakan imbuhan pakan yang dapat mengikat mycotoxin didalam saluran pencernaan ayam dan membuangnya melalui feces.

    6. Jika menggunakan complete feed (pakan jadi) maka disarankan untuk memilih pabrikan pakan yang telah menggunakan mold inhibitor dan mycotoxin binder untuk menjamin stabilitas dan keamanan penghuni farm.

    Referensi

    :*BASF, 1998. Mycotoxin Development and tolerance in Animals. Paper Keeping Current.
    *Devegowda,G & T.N.K Murthy in Diaz, D.E., 2005. Mycotoxin: Their effect s in Poultry and Some Practical Solutions. The Mycotoxin Blue Book. Nottingham Univ. Press
    *Litbang Pertanian, 2001. didalam Juurnal Litbang Pertanian 20(2). Bogor*Romindo, 2004. Mycotoksikosis dan Cara Penanggulangannya. Jakarta


    Kembali ke Homepage

    Info beasiswa Informasi Beasiswa
    My List

    Kumpulan artikel nutrisi ternakAnimal Nutrition

    kumpulan artikel Gizi dan KesehatanNutrition & Human Health

    Kumpulan artikel motovasi & inspirasiMotivation & Inspiration

    Feedmill Direktori

  • PT.Sierad Produce Tbk
  • PT. Japfa Comfeed
  • Charoen Pokhpand Group
  • Evialis Indonesia
  • Cargill
  • PT. CheilJedang Indonesia
  • Wonokoyo Group
  • Malindo
  • Feed aditives Comp.

  • PT. Alltech Indonesia
  • PT. SHS
  • PT. Ima
  • Behnmeyer
  • JJ degussa
  • Evonik Degussa>
  • Nutreco
  • Kesan & Pesan

    Nama :
    Web/Email :
    Tulis Komentar :
    :) :( :D :p :(( :)) :x

    Anda Pengunjung ke:

    Supported by
    Free Blog Templates
    YES JOGJA
    Powered by Blogger
    free Comercial
    © 2006 Prambudi Powered by YES JOGJA, BLOGGER & Doneeh, Original Template Designed by 15n41n1, Last Modified by: Cah Tani Bogor